Senja denganmu
SENJA
Aku duduk tengah menopang dagu. Semburat
merah jingga langit sore yang kini sedang menampakkan keindahannya benar-benar
menyita perhatianku. “Seandainya langit selalu berwarna seperti ini” gumamku
dalam hati. “Seandainya saja bisa” sahut Rin yang ternyata telah duduk di
kursi di sebelahku. Aku terkejut saat mengetaui dia telah duduk di sini. Dan
apakah tadi tanpa sengaja aku menyuarakan kalimat itu yang aku pikir telah aku
telan dalam hati. “Ya?” tanyaku akhirnya menyembunyikan keterkejutanku itu
dalam sebentuk pertanyaan. Sekilas kupandangi wajah itu, kini wajah itu sedang
menewarang. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Aku tak pernah dapat
menebak ataupun mengira-ngira jalan pikirannya.
Wajahnya terlihat sendu, ingin
kutanyakan padanya, semua hal yang telah lama aku pendam dalam diriku. Tapi aku
urung menanyakannya. Kini wajah itu bergerak, tepatnya menoleh ke arahku. Tapi
kini senyuman yang terlukis di wajah itu. Benar saja. Aku tak pernah dapat
menebaknya, sedetik yang lalu dia terlihat begitu terhanyut dengan wajah
sedihnya. Tapi entah mengapa, sedetik kemudian, wajah itu tengah menatapku
dengan senyumnya. Rin tak pernah benar-benar tersenyum. Hanya Garis tipis yang
tertarik sedikit ke atas pada bibirnya. Kalau aku boleh katakan, dia salah satu
dari sekian banyak orang yang benar-benar sedikit menampakkan emosinya. Jika
iya sedih, hanya dapat terlihat dalam sorot mata indah itu kekelaman seperti
sedetik tadi. Jika ia sedang senang, hanya garis tipis yang tertarik ke atas
itulah yang terlihat.
Entah apa saja yang telah dilewati dan direkam
oleh mata indahnya itu. Saat aku pertama kali aku mengenalnya, terlihat jelas
pada wajahnya bahwa telah banyak yang dilewati laki-laki ini. Ia orang terkuat
yang pernah aku kenal, tak pernah sekalipun aku melihatnya menangis. Walau
dalam keadaan terburuk sekalipun. Yah bagi laki-laki mungkin itu biasa. Tapi
tak bisa dipungkiri, bahwa laki-lakipun pernah menitikkan air mata. Yang tak
pernah sekalipun aku lihat menetes dari matanya. “Yah seandainya saja, benar
apa yang kau katakan itu benar. Langit tak akan pernah gelap ataupun bersinar
terlalu terik seperti pada siang harinya. Seandainya langit akan terus seperti
ini. Menampakkan semburat merah jingganya yang indah dan lembut.” Masih dengan
senyum itu. Ia menjawab pertanyaanku tadi.
Aku telah mengenal Rin dalam waktu yang
dapat terbilang lama. Aku tak tahu apakah pantas jika aku memendam rasa ini
sendiri. Aku tak ingin merusak persahabatan ini. Dan akhirnya, aku hanya
menyimpannya sendiri dalam hatiku. Tanpa kusadari wajahku membentuk senyum
tipis sambil masih menghadap langit senja di hadapanku. “Kau berfikir seperti
itu juga?” aku hanya mengangguk menanggapi pertanyaannya yang mungkin tak perlu
kujawab. Pada akhirnya, hanya terdapat hening yang masih terasa nyaman diantara
kami. Kami hanya duduk terdiam, entah berapa lama itu. Aku tak menyadarinya,
hingga langit perlahan mulai menggelap.
Komentar
Posting Komentar