CONTOH DISORIENTASI SOSIOKULTURAL


KASUS 1
Menurut saya yang dimaksud dengan disorientasi sosiokultural adalah pandangan yang timbul akibat adanya kesenjangan antara organisasi sosial dan sistem nilai budaya yang dianut di masing-masing pihak.
Contoh dari disorientasi sosiokultural adalah seperti pada kebudayaan dan sistem kepercayaan di Bali, masyarakat meyakini dengan menghaturkan canang dan bersembahyang di dalam kamar rawat pasien, akan membantu mempercepat kesembuhannya. Saat  melakukan ritual persembahyangan dan menghaturkan canang di dalam kamar rawat, biasanya juga akan menggunakan sarana persembahyangan yang lain seperti dupa, sedangkan pasien ini mengidap penyakit sesak nafas sehingga tidak diperbolehkan menghirup asap ataupun debu sehingga ruang perawatan pasien harus steril. Ketika perawat yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut melihat apa yang dilakukan keluarga pasien, perawat tersebut langsung memarahi keluarga pasien. Hal inilah menurut saya merupakan salah satu gangguan interaksi sosial yang berhubungan dengan disorientasi sosiokultural.
Seharusnya, ketika perawat melihat keluarga pasien bersembahyang sesuai kepercayaannya dengan menggunakan dupa yang mengeluarkan asap tersebut, perawat tersebut seharusnya mampu mempertimbangkan dan menerapkan cultural care preservation/ maintenance, cultural care accommodation/ negotiation, dan cultural care repartening/ reconstruction sehingga tidak terjadi kesenjangan pandangan dan persepsi antara perawat dengan pasien dan keluarganya seperti ketika perawat langsung memarahi keluarga pasien tersebut.  



KASUS 2
Contoh lain dari disorientasi sosiokultural adalah seperti pada kebudayaan dan sistem kemasyarakatan yang ada di Bali, terdapat isitilah “Menyama Braya”. Menyama yaitu saudara dan Braya yaitu kerabat, jadi bisa diartikan sebagai persaudaraan yang erat dengan ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan suka duka. Sama halnya juga dengan menjenguk pasien. Jika salah satu kerabat di keluarga tersebut dalam keadaan sakit, maka seluruh keluargapun datang menjenguknya. Terlebih jika pasien yang sakit ini hingga dirawat di rumah sakit, maka seluruh anggota keluarga besar akan datang menjenguk. Mereka rela datang dari jauh untuk membesuk anggota keluarganya yang sedang dirawat. Hal ini tentu saja merupakan suatu hal yang positif bagi kesembuhan pasien tersebut, karena ia dapat terhibur secara psikologis dengan datangnya sanak saudara. Tetapi tanpa disadari, dengan banyaknya pasien yang datang membesuk jam istirahat pasien pun akan terganggu karena ada kalanya para kerabat dekat ini tidak memerhatikan lama waktu besuk yang diperbolehkan, sehingga perawat yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut memarahi keluarga pasien. Hal inilah menurut saya merupakan salah satu gangguan interaksi sosial yang berhubungan dengan disorientasi sosiokultural.
Seharusnya, ketika perawat tersebut menyadari bahwa keluarga pasien melebihi jam kunjungan yang telah ditentukan, perawat tersebut tidak seharusnya memarahi kerabat pasien seperti itu, perawat seharusnya mampu mempertimbangkan dan menerapkan cultural care preservation/ maintenance (bersikap tenang), cultural care accommodation/ negotiation (gunakan bahasa yang mudah untuk bernegosiasi dengan keluarga pasien), dan cultural care repartening/ reconstruction (berikan informasi yang benar) sehingga tidak terjadi kesenjangan pandangan dan persepsi antara perawat dengan pasien dan keluarganya.

 
NAMA                        : NI PUTU PUTRI CHANDRA PARAMITA
NIM                            : P07120015081
KELAS                       : 1.3
PRODI                        : D-III KEPERAWATAN
INSTITUSI                 : POLTEKKES KEMENKES DENPASAR


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sheila On 7 - Yang Terlewatkan

PENAMPILAN DIRI

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMERIKSAAN RUMPLE LEED (1)